Empat Tips agar Diskusi Daring berlangsung Produktif

Foto oleh Thomas Park | Unsplash

*Oleh John Ng, seorang guru bahasa Inggris yang sangat percaya bahwa bahasa, debat, dan pendidikan karier adalah aspek penting dalam pengembangan keterampilan siswa di abad ke-21.

Tulisan ini pertama kali terbit di Edutopia

Sudah menjadi bagian dari kebiasaan baru bagi para guru untuk menyampaikan pelajaran mereka secara daring (online) melalui media konferensi video. Situasi ini mengingatkan saya ketika saya menggunakan teknologi serupa untuk melatih siswa saya untuk kompetisi debat antar sekolah.

Ada sejumlah aturan yang saya ikuti di berbagai tahapan sesi diskusi daring.

Menyusun Etiket dan Agenda Diskusi Daring

Pada awal sesi, guru memiliki tanggung jawab untuk menarik perhatian siswa pada aturan etiket dasar, seperti mematikan mikrofon saat orang lain berbicara, mengaktifkan mikrofon saat mereka perlu berbicara, dan menghindari saling berbicara. Jika salah satu aturan ini dilanggar, guru harus mengingatkan siswa tentang hak mereka untuk berbicara atau mendengarkan.

Yang tidak kalah pentingnya adalah meminta ketua kelas untuk menetapkan agenda atau hasil yang diinginkan dari diskusi agar diskusi tersebut memiliki tujuan. Ketika siswa menyimpang ke arah lain, ketua hendaknya menggiring mereka kembali ke pokok bahasan.

Luangkan Waktu untuk Riset

Sesi diskusi tidak boleh dimulai dengan diskusi. Jika kita mulai dengan meminta siswa untuk mengungkapkan pandangan mereka tentang topik yang tidak biasa, mereka mungkin tidak akan dapat berkontribusi banyak karena pengaktivan skema diskusi tentu berhubungan dengan pengetahuan sebelumnya. Di sisi lain, jika siswa sangat paham dengan topik tertentu, mereka mungkin tergoda untuk menggertak siswa lain tanpa memberikan substansi.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meminta siswa melakukan penelitian sebelum sesi diskusi. Jika ini tidak memungkinkan, kita harus memberikan mereka waktu di awal sesi, katakanlah 5 hingga 10 menit, untuk melakukan pencarian informasi. Tahap riset ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman yang kuat tentang topik dan memastikan diskusi berkualitas tinggi.

Siswa harus diminta untuk mengatur ide mereka secara efektif selama tahap penelitian. Dalam framework yang kami gunakan dalam tim debat, ide dikategorikan sebagai latar belakang, argumen atau bukti bagi pihak proposisi, dan argumen atau bukti bagi pihak oposisi. Setelah kategorisasi, peserta debat harus mem-posting tautan sumber (yang biasanya berupa alamat situs) dan kutipan. Jika diperlukan, sebuah artikel bisa dilihat kembali dengan mengklik tautan pada tahap diskusi nanti.

Penentuan Ukuran Grup dan Penugasan Peran Mesti Memiliki Tujuan

Untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam diskusi, ukuran kelompok harus kecil. Jika ukuran kelompok besar, saya akan membagi tim menjadi tiga atau empat kelompok. Penentuan giliran akan dilakukan dengan ketat, dan para siswa pasif akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman satu kelompok mereka.

Untuk meningkatkan rasa memiliki siswa terhadap keberadaan mereka, harus ada definisi yang jelas tentang peran masing-masing di setiap kelompok, mirip ketika kita melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas yang sebenarnya. Jenis peran dapat mencakup seorang pemimpin, yang memfasilitasi diskusi; seorang sekretaris, yang mengetik dan mencatat setiap konsensus penting yang dicapai; pencatat waktu, yang mencatat jumlah waktu untuk setiap sub-tugas; dan seorang ahli strategi, yang menyarankan pendekatan utama yang harus digunakan dalam mempertahankan posisi tim dan membantah argumen lawan.

Pemilihan pemimpin sangat penting untuk meningkatkan partisipasi. Jika itu adalah kelompok yang dewasa, tentu saja kita dapat menyerahkannya pada perangkat siswa sendiri. Untuk siswa junior, kita harus memilih peserta yang sangat responsif untuk menjadi pemimpin, karena mereka adalah siswa yang paling sesuai untuk membangkitkan dinamika kelompok dan memicu debat atau diskusi yang memanas di dalam kelompok.

Fasilitasi Diskusi

Guru harus menghindari mendominasi diskusi. Salah satu masalah yang sering terabaikan di kelas bahasa adalah lamanya guru berbicara. Hampir tidak dapat dihindari bagi guru yang sangat bersemangat untuk menyampaikan monolog yang panjang dalam sesi daring tanpa menyadarinya. Hal ini tidak hanya secara signifikan mengurangi partisipasi siswa dalam pelajaran dan menurunkan motivasi mereka, tetapi juga membatasi kesempatan siswa untuk melatih keterampilan berbicara dan berpikir kritis mereka.

Pemimpin siswa seharusnya berperan sebagai fasilitator, walau guru tetap memiliki peran tersendiri dalam diskusi.

Guru harus terus mendorong sang pemimpin untuk mempersilakan peserta menanggapi setelah salah satu peserta lain selesai berbicara. Jika beberapa siswa berada pada posisi yang sama tetapi argumennya mungkin secara logis keliru, guru harus bertindak sebagai devil's advocate dan memperkenalkan perspektif lain dengan mengajukan pertanyaan bagaimana jika. Guru tidak boleh secara eksplisit menunjukkan kesalahan karena ini menghambat perkembangan berpikir kritis. Guru juga tidak boleh menyangkal argumen siswa secara langsung dengan mengungkapkan pandangan pribadinya karena mereka dapat dengan mudah dianggap sebagai ide otoritatif yang tidak dapat atau tidak boleh diperdebatkan.

Guru juga bertanggung jawab meminta klarifikasi, misalnya ketika kesalahan berlogika seperti slippery slope muncul. Pertanyaan “mengapa” sangat berguna dalam membantu siswa membangun kasus dan argumen. Jika diskusi mengering di tengah sesi, guru hendaknya memberikan pertanyaan ya atau tidak kepada siswa, atau pertanyaan yang melibatkan pertimbangan lain, sehingga mesin diskusi dapat menyala kembali.

Secara keseluruhan, guru mesti membudayakan terciptanya atmosfir diskusi berbasis peraturan yang ramah serta dipimpin oleh siswa, agar interaksi dalam sesi diskusi daring berjalan maksimal []