Sarapan & kecerdasan

Foto oleh Pille-Riin Priske | Unsplash

"Bu bengoh keu ubat, bue cot uroe keu kuat, bu malam keu sehat" (sarapan pagi sebagai obat, makan siang supaya kuat, makan malam agar berisi).

Demikianlah bunyi penggalan salah satu hadih maja (petuah) masyarakat Aceh dalam hal menjaga pola makan sehari-hari. Masyarakat Aceh pada dasarnya telah lama percaya bahwa sarapan merupakan hal yang cukup penting bagi manusia. Mengganjal perut di pagi hari dengan aneka makanan dan minuman bergizi dianggap setara dengan fungsi obat dalam menjaga stamina dan kesehatan tubuh. 

Pada dasarnya klaim sarapan sangat penting bagi tubuh bukan sekadar petuah semata. Nyatanya, terdapat banyak penelitian yang mengungkapkan pembuktian fakta tersebut secara ilmiah. Sebuah hasil penelitian dari The Food Research and Action Center (FRAC) menguraikan keterkaitan antara sarapan dan kinerja anak-anak di sekolah. Temuan tersebut mengungkapkan hal terkait ada tidaknya pengaruh sarapan terhadap kemampuan akademik, fungsi otak, dan kesehatan para siswa secara menyeluruh.

Ternyata didapati bahwa anak-anak yang tidak sarapan di rumah atau pun di sekolah memiliki kapasitas belajar yang rendah. Kelaparan dapat menjadi salah satu penyebab skor pelajaran merosot, konsentrasi pendek, ketidakstabilan perilaku dan emosi, bahkan memengaruhi kemampuan akademik. Pada penelitian lainnya disebutkan pula bahwa anak-anak yang secara konsisten tidak sarapan atau sering lapar saat belajar cenderung harus mengulang kelas kembali. 

Masalah-masalah semacam inilah yang membuat banyak sekolah akhirnya memutuskan berpartisipasi dalam program sarapan pagi bersama di sekolah atau ruang kelas. Contohnya seperti yang telah dilakukan oleh United States Department of Agriculture’s (USDA) School Breakfast Program. Program tersebut menyediakan sarapan di sekolah untuk para siswa. Meskipun para siswa pada dasarnya tetap diperbolehkan untuk sarapan di rumah.

Dari penelitian serupa didapati pula laporan langsung dari para siswa yang menyatakan bahwa makan sarapan meningkatkan energi dan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi saat belajar di kelas. Anak-anak yang makan sarapan lengkap telah terbukti bekerja lebih cepat dan membuat lebih sedikit kesalahan dalam masalah matematika dan tes kosa kata dari pada mereka yang hanya makan sarapan parsial. Mereka juga menunjukkan peningkatan konsentrasi, kewaspadaan, pemahaman, memori dan pembelajaran.

Di samping pengaruh terhadap kemampuan akademis, anak-anak yang berpartisipasi dalam program sarapan di sekolah juga menunjukkan penurunan kecemasan, depresi, dan hiperaktif. Sarapan yang ditawarkan dapat meningkatkan gizi keseluruhan anak dengan memberikan vitamin dan mineral yang diperlukan. Sehingga, hal tersebut dapat mengurangi risiko obesitas. Salah satu alasan pendukungnya mungkin dikarenakan terpenuhinya nilai gizi dalam sarapan.

Selain itu, sarapan ternyata tak hanya berpengaruh pada berat badan seseorang, namun juga kondisi kesehatannya. Disebutkan bahwa melewatkan sarapan dikaitkan dengan peningkatan 27% risiko penyakit jantung, 21% risiko diabetes tipe 2 pada pria, dan 20% risiko diabetes tipe 2 pada wanita. Sarapan juga dikaitkan dengan peningkatan fungsi otak, termasuk konsentrasi dan kemampuan bahasa. 

Sebuah tinjauan dari 54 studi menemukan bahwa makan sarapan dapat meningkatkan daya ingat, meskipun efek pada fungsi otak lainnya tidak dapat disimpulkan. Namun, salah satu peneliti, Mary Beth Spitznagel, mengatakan ada bukti “masuk akal” mengapa sarapan meningkatkan konsentrasi, kita hanya membutuhkan penelitian lebih banyak dan menyeluruh.

Sebuah penelitian terkait “Hubungan antara Sarapan dan Aktivitas Otak” oleh Professor Ryuta Kawashima, dari Tohoku University, yang melakukan penelitian bersama Otsuka Pharmaceutical Saga Nutraceuticals Research Institute kepada 6 orang dewasa (wanita dan pria) dengan usia rata-rata 21 tahun dan tidak pernah ketinggalan untuk sarapan. Penelitian tersebut menggunakan metode magnetic resonance imaging (fMRI) untuk menilai perubahan metabolisme sel otak (neuronal) dan aliran darah sesuai aktivitas otak. Studi tersebut menunjukkan bahwa makanan bergizi seimbang sangat berpengaruh terhadap penjagaan aktivitas otak yang tinggi.

Adapun fakta yang terunik dari pentingnya sarapan bukan saja memengaruhi aktivitas otak yang terdapat di kepala namun juga aktivitas “otak kedua” (second brain) yang terdapat di usus (gut). Pada salah satu hasil penelitian disebutkan bahwa:

“Ada lebih dari 100 juta sel otak di usus manusia, sebanyak yang ada di kepala kucing.”

"Otak kedua" secara ilmiah dikenal sebagai sistem saraf enterik (the enteric nervous system - ENS). Sistem jaring yang mengandung sekitar 400 juta neuron, dengan lusinan jenis neurotransmiter (sinyal kimia) yang lewat di antaranya, yang berputar di sekitar saluran pencernaan. Ini adalah kumpulan neuron terbesar di luar otak dan mampu bekerja hampir secara independen dari sistem saraf pusat. Semua neuron yang melapisi sistem pencernaan manusia memungkinkannya untuk tetap berhubungan dekat dengan otak di tengkorak kita, melalui saraf vagus, yang sering memengaruhi kondisi emosi.

Meskipun usus berkomunikasi dengan "otak utama", sebenarnya ia benar-benar memiliki pikiran sendiri. Walau pun pengaruh "otak kedua" di saluran usus tidak secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan dan kesadaran seperti otak utama, namun ia bertugas mengendalikan dan mengelola pencernaan agar tak berantakan. Ia menggiling, mencampur, memecahkan, dan menyerap ektraks dari nutrisi dan vitamin makanan yang kita butuhkan. Dalam istilah awam, second brain pada dasarnya membantu manusia dalam proses buang air besar.

"Otak kedua" masih menyimpan banyak misteri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa ENS bahkan dapat memainkan peran dalam memengaruhi emosi dan keadaan pikiran kita. Contohnya, ternyata lebih dari 90 persen serotonin tubuh - the “feel good” neurotransmitter - diproduksi di usus, seperti hampir setengah dari dopamin tubuh.

Namun penelitian terbaru mengungkapkan bahwa nyali (gut) ternyata memegang kontrol atas suasana hati dan nafsu makan seseorang. Kita kerap berasumsi bahwa otak mengatur proses pengambilan keputusan, tetapi nyatanya nyalilah yang memiliki efek mendalam terhadap perilaku manusia.

Terdapat koneksi primal antara otak dan usus manusia. Mereka terhubung oleh jaringan neuron yang luas, bahan kimia dan hormon yang terus-menerus memberikan umpan balik tentang seberapa lapar kita, apakah kita mengalami tekanan atau tidak, atau jika kita menelan mikroba penyebab penyakit. 

Kemudian, kita juga sering menemukan istilah “gut feeling” atau firasat. Kita juga kerap mempercayai insting usus kita dan sering mengistilahkannya dengan sebutan “trust our gut instinct”. Maka jika merujuk pada penjelasan penelitian di atas, kita dapat menyimpulkan ternyata koneksi otak-usus (mind-gut) tersebut bukan sekadar metafora. Karena faktanya, saat seseorang mengalami stres dan merasa bimbang, apalagi untuk memutuskan suatu perkara penting secara cepat, maka nyalilah (gut) yang pertama kali merespon dalam mengatasi masalah dan memberi solusi. 

Dalam buku The Clever Guts Diet, Mosley bersepakat dengan istilah otak kedua. Dia menjelaskan bahwa usus mengandung jutaan neuron yang mampu berkomunikasi dengan otak di kepala manusia. Mosley menghabiskan waktu selama setahun mewawancarai para ahli dan memeriksa studi terkait usus secara global sebelum menuliskan buku tersebut. Tak hanya itu, dalam usahanya memahami perut manusia, Mosley turut menelan “pillcam” yang mampu menangkap gambar digital kondisi saluran pencernaanya. Kenekatannya yang dilakukan pada tahun 2012 tersebut menjadikan Mosley tampil sebagai pameran hidup yang memamerkan hasil rekaman “tur ususnya” di Museum Sains London. 

The Clever Guts Diet merekomendasikan makan ramah usus, seperti sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, gandum, ikan berminyak, dan lemak tak jenuh seperti minyak zaitun. Makan beragam sayuran itu penting. Mengutip hasil The American Gut Project yang berlokasi di Fakultas Kedokteran Universitas San Diego, California terhadap analisa 11.000 sampel tinja. Para peneliti menemukan semakin besar variasi tanaman dalam makanan, maka semakin besar keanekaragaman mikroba baik pada usus manusia.

“Akan menjadi hal efektif bagi anak-anak jika kita memberitahukan mereka bahwa ‘Perusahaan seperti Coca-Cola menghasilkan miliaran dolar mengeksploitasi Anda, jadi lawanlah.’ Untuk para dewasa berpikirlah, “Ketika mengidam gula, ingatlah bahwa di dalamnya terdapat mikroba jahat.’ Namun, ketika membiasakan diri mengkonsumsi brokoli, maka semakin Anda menginginkannya.” Jelas Mosley. 

Mosley juga merekomendasikan prosedur diet sehat kepada Kementerian Kesehatan. Dia juga menganjurkan perawatan kesehatan mental untuk memasukkan pengaturan diet yang sesuai kebutuhan gizi. Bukan berarti mengabaikan antidepresan dan berhenti menemui psikolog, namun nutrisi harus menjadi patron utama dalam proses penyembuhan.  

“Efek makanan, tidak mampu dihasilkan oleh otak, berpengaruh terhadap suasana hati dan kesehatan mental. Para profesional membutuhkan pengetahuan yang lebih baik tentang hal tesebut,” pungkasnya. []

Referensi: 

Brown, J. (2018). Is Breakfast really the most Important Meal of the Day? Diakses dari https://www.bbc.com/future/article/20181126-is-breakfast-good-for-your-health

Sonnenburg, J. & Sonnenburg, E. (2015). The Good Gut: Taking Control of Your Weight, Your Mood, and Your Long-Term Health. Penguin Press. USA, LLC. Diakses dari https://www.scientificamerican.com/article/gut-feelings-the-second-brain-in-our-gastrointestinal-systems-excerpt/

Baildon, K. (2019). Breakfast and the Brain: How Eating Breakfast Impacts School Performance. Diakses dari https://healthy-food-choices-in-schools.extension.org/breakfast-and-the-brain-how-eating-breakfast-impacts-school-performance/

Mosley, M. (2012). The Second Brain in Our Stomachs. Diakses dari https://www.bbc.com/news/health-18779997

Kawashima, R. (2019). Research on the Relationship between Breakfast and Brain Activity. Diakses dari https://www.otsuka.co.jp/en/health-and-illness/balance/research/

Lang, S. (2018). What Happened when I tried Michael Mosley’s ‘Clever Guts’ diet. Diakses dari https://www.noted.co.nz/health/health-nutrition/michael-mosley-clever-guts-diet-what-happened-when-i-tried-it

Hale, T. (2018). Your Body has A “Second Brain” and It’s Even Cooler than We Thought. Diakses dari https://www.iflscience.com/health-and-medicine/your-body-has-a-second-brain-and-its-even-cooler-than-we-thought/